Problem tulang belakang ada banyak jenisnya, bisa meliputi nyeri, trauma tulang belakang, gangguan saraf akibat kelainan tulang belakang, dan yang terakhir adalah kelainan bentuk tulang belakang seperti skoliosis.
Untuk problem skoliosis terbagi menjadi banyak jenis, tetapi ada satu jenis skoliosis yang banyak dialami wanita, yaitu skoliosis diopaksi.
Skoliosis adalah kelainan pada tulang belakang, tulang belakang bengkok dan menyebabkan tubuh ikut menjadi miring. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di berbagai negara, seperti Singapura dan Malaysia, ditemukan perempuan lebih banyak.
Ia melanjutkan, sebanyak 4-5 persen dari seluruh populasi wanita di dunia menderita kelainan tulang belakang ini dan jika dibandingkan dengan pria maka perbandingannya adalah 1:9. Hal unik lainnya dari skoliosis diopaksi ini adalah penyakit ini baru muncul pada umur 10-11 tahun. Selain itu, penderita juga mempunyai bentuk tubuh yang kurus karena terjadi penyempitan ruangan pada usus. Akibatnya, tubuh penderita juga lebih lentur dibanding orang normal.
Banyak penderita yang tidak menyadari bahwa ia menderita kelainan itu. Mereka baru menyadari saat derajat kemiringan semakin besar.
Sampai saat ini belum diketahui apa penyebab kelainan tulang belakang ini. Ada beberapa ahli yang menyatakan sumber penyakit ini adalah faktor genetik, pihak lain menyatakan penyebabnya adalah hormonal biomekanik, tetapi semua dugaan tersebut tidak dapat dibuktikan. Seperti sumbing, memang ada kecenderungan jika ayah atau ibu terkena penyakit ini anak bisa juga kena.
Jika derajat kemiringan tidak terus membesar, maka tidak perlu dilakukan proses penyembuhan. Sebaliknya jika derajat kemiringan semakin membesar, maka perlu dilakukan beberapa hal.
Seorang penderita dengan derajat kemiringan kurang dari 40 derajat bisa menggunakan brace atau semacam rompi yang harus digunakan selama 23 jam setiap harinya. Namun, jika sudah lebih dari 40 derajat, maka diperlukan tindakan operasi.
Prinsip melakukan operasi dan pemakaian brace supaya balance, menghentikan proses penyudutan, mempertahankan fungsi dengan baik dan untuk kepentingan kosmetik agar penderita percaya diri.
Penyebab Kelainan Tulang Punggung
Untuk problem skoliosis terbagi menjadi banyak jenis, tetapi ada satu jenis skoliosis yang banyak dialami wanita, yaitu skoliosis diopaksi.
Skoliosis adalah kelainan pada tulang belakang, tulang belakang bengkok dan menyebabkan tubuh ikut menjadi miring. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di berbagai negara, seperti Singapura dan Malaysia, ditemukan perempuan lebih banyak.
Ia melanjutkan, sebanyak 4-5 persen dari seluruh populasi wanita di dunia menderita kelainan tulang belakang ini dan jika dibandingkan dengan pria maka perbandingannya adalah 1:9. Hal unik lainnya dari skoliosis diopaksi ini adalah penyakit ini baru muncul pada umur 10-11 tahun. Selain itu, penderita juga mempunyai bentuk tubuh yang kurus karena terjadi penyempitan ruangan pada usus. Akibatnya, tubuh penderita juga lebih lentur dibanding orang normal.
Banyak penderita yang tidak menyadari bahwa ia menderita kelainan itu. Mereka baru menyadari saat derajat kemiringan semakin besar.
Sampai saat ini belum diketahui apa penyebab kelainan tulang belakang ini. Ada beberapa ahli yang menyatakan sumber penyakit ini adalah faktor genetik, pihak lain menyatakan penyebabnya adalah hormonal biomekanik, tetapi semua dugaan tersebut tidak dapat dibuktikan. Seperti sumbing, memang ada kecenderungan jika ayah atau ibu terkena penyakit ini anak bisa juga kena.
Jika derajat kemiringan tidak terus membesar, maka tidak perlu dilakukan proses penyembuhan. Sebaliknya jika derajat kemiringan semakin membesar, maka perlu dilakukan beberapa hal.
Seorang penderita dengan derajat kemiringan kurang dari 40 derajat bisa menggunakan brace atau semacam rompi yang harus digunakan selama 23 jam setiap harinya. Namun, jika sudah lebih dari 40 derajat, maka diperlukan tindakan operasi.
Prinsip melakukan operasi dan pemakaian brace supaya balance, menghentikan proses penyudutan, mempertahankan fungsi dengan baik dan untuk kepentingan kosmetik agar penderita percaya diri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar